oleh : Ust Ahmad Sarwat
Secara fitrah manusia menyenangi suara gemercik air yang turun ke bawah, kicau burung dan suara binatang-binatang di alam bebas, senandung suara yang merdu dan suara alam lainnya. Nyanyian dan musik merupakan bagian dari seni yang menimbulkan keindahan, terutama bagi pendengaran. Allah SWT. menghalalkan bagi manusia untuk menikmati keindahan alam, mendengar suara-suara yang merdu dan indah, karena memang itu semua itu diciptakan untuk manusia. Disisi lain Allah SWT. telah mengharamkan sesuatu dan semuanya telah disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah saw. Allah SWT. menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Halal dan haram telah jelas. Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram” (HR Bukhari dan Muslim).
Sehingga jelaslah semua urusan bagi umat Islam. Allah SWT.tidak membiarkan umat manusia hidup dalam kebingungan, semuanya telah diatur dalam Syariah Islam yang sangat jelas sebagaimana jelasnya matahari di siang hari. Oleh karena itu semua manusia harus komitmen pada Syari’ah Islam yang merupakan pedoman hidup mereka. Cara yang paling mudah dalam mempelajari islam secara keseluruhan adalah dengan melihat penafsiran para ulama (yang sudah berkompoten dalam bidang agama) terhadap suatu dalil sehingga kita diharapkan tidak menafsirkan dalil(Quran dan hadis) semau kita.
Jadi saya akan langsung saja menuliskan beberapa pendapat ulama tetang music.(selebihnya anda bisa baca lebih lengkap di “fiqh kotemporer” by ahmad sarwat dan buku fiqh kotemporer lainnya)
Pendapat para Ulama
Madzhab Maliki, asy-Syafi’i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Maliki bahwa mendengar nyanyian merusak muru’ah. Adapun menurut asy-Syafi’i karena mengandung lahwu. Dan Ahmad mengomentari dengan ungkapannya:” Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati”.
Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in menghalalkan musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sebagaimana diantaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah sbb: Ulama Madinah dan lainnya, seperti ulama Dzahiri dan jama’ah ahlu Sufi memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola”. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa para ulama menghalalkan bagi umat Islam mendengarkan nyanyian yang baik-baik jika terbebas dari segala macam yang diharamkan sebagaimana disebutkan diatas. Oleh Karena itu, bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
Pertama: Lirik Lagu yang Dilantunkan. Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hokum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara', maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara', maka dilarang.
Kedua: Alat Musik yang Digunakan. Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hokum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
Ketiga: Cara Penampilan. Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara' seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
Keempat: Akibat yang Ditimbulkan. Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula.
Kelima: Aspek Tasyabuh. Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda: Artinya:”Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Keenam: Orang yang menyanyikan. Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
Artinya:”Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”(QS Al-Ahzaab 32)
Demikian kesimpulan tentang hukum nyanyian dan music dalam Islam semoga bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi panduan dalam kehidupan mereka.
Tetap semangat belajar islam ^_^....
Amiin..